Flashback : renungi,syukuri
September 17, 2014
Tahun berganti. Ajaran baru menanti. Termasuk bagi mereka yang akan menjalani
kehidupan baru sebagai manusia tahap dewasa awal. Sebut saja mereka yang
akan
melepas seragam kebahagiaannya, putih abu - abu. Serangkaian proses dilalui. Mulai
dari harus menempuh ujian nasional 20 paket berbarcode dengan tingkat kesulitan
setara SBMPTN (Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri), ketar ketir berharap
keajaiban lolos SNMPTN, lalu jika tak mujur terpaksa menempuh jalur
ksatria, SBMPTN.
Bagi mereka yang tak beruntung di jalur ajaib itu, terpaksa melalui jalur
ksatria. Di mana mereka harus berjuang meluangkan sisa waktu dua bulan untuk
menepuh perang besar berikutnya. Melahap soal - soal latihan ujian pada tahun -
tahun sebelumnya juga melahap soal - soal prediksi yang dibuat lembaga -
lembaga tertentu. Ketika sedang berjuang itulah, tingkat religius mereka
meningkat. Entah memang sebelumnya religius atau bertaubat saat itu untuk
seterusnya, atau hanya religius musiman.
Semua bisa terjadi. Jika untuk kebaikan, tak masalah menjadi lebih religius. Lalu
frekuensi belajar yang juga meningkat. Sekali lagi, untuk kebaikan suatu yang
musiman tak masalah. Semoga saja bisa dipertahankan selamanya.
Dan ketika perang itu tiba, semua berbondong bondong bangun pagi, merapikan
diri, menyiapkan segala sesuatu. Doa doa terus terlantun, tanpa henti. Seseorang
yang dekat dengan keinginan besarnya memang cenderung menjadi lebih religius.
Ketika perang itu usai, satu beban sedikit terangkat. Tapi tetap saja khawatir
akan hasil yang kelak didapat. Kereligiusan semakin meningkat mendekati hari
pengumuman kelulusan perang itu. Ketika hari yang ditunggu - tunggu tiba, maka
berdebarlah seluruh jantung. Bermili air mata mengalir. Untuk keharuan ataupun
kesedihan. Yang berhasil bahagia dan bersyukur. Yang kurang beruntung menangis dan
kembali berintropeksi diri, menyiapkan strategi melalui jalur lain.
Dari manapun jalurnya, status mahasiswa telah disandang bagi mereka yang
berjuang. Bukan lagi anak kecil yang selalu haus bimbingan. Tapi seorang dewasa
yang akan mengatur dirinya sendiri. Waktu, belajar, organisasi, hubungan dan
hal lain yang selalu menunggu untuk diselesaikan.
Ini hidup baru. Episode baru dalam skenario yang Tuhan ciptakan untuk
kita. Lalu tinggal jalani saja. Biar Sang Sutradara yang menilai. Berilah
improvisasi peran yang sesuai. Cintai hidupmu, maka kau akan mati bahagia.
0 komentar
Silakan berkomentar, terima kasih sudah menyampaikan dengan sopan :)