17 November 2018
Ini week end ekslusif dari masa voluntir, karena aku cuma ambil program 2 minggu. Tulisan tentang voluntir Ke Vietnam bisa dibaca di sini. Setiap week end kami, para voluntir diberi kebebasan dari tugas pervoluntiran, mau traveling atau istirahat saja saat week end diperbolehkan.
Sedari kemarin nunda-nunda buat beli tiket ke Mui Ne. Males aja karena akomodasi voluntir terletak di pinggir kota, jauh dari distrik 1 pusat turis dan tour travel. Pikirku, ya sudah sekalian besok beli tiket langsung berangkat.
![]() |
White Sand Dunes |
Sedari kemarin nunda-nunda buat beli tiket ke Mui Ne. Males aja karena akomodasi voluntir terletak di pinggir kota, jauh dari distrik 1 pusat turis dan tour travel. Pikirku, ya sudah sekalian besok beli tiket langsung berangkat.
Niatnya mau ambil bus pagi ke Mui Ne, sayangnya udah lewat karena bus paginya berangkat jam 7 pagi. Jadinya ambil bus yang jam 14.00. Saat itu masih sekitar jam 8. Masih ada banyak waktu untuk nunggu jam setengah satu, waktu check in busnya. Aku beli bus Ho Chi Minh-Mui Ne di The Sinh Tourist dengan harga VND 99.000. Entah kenapa, saat itu langsung aja memutuskan untuk beli tiket pulangnya sekalian. Jadi, tiket PP Ho Chi Minh- Mui Ne seharga VND 198.000. Tiket ini bukan sleeper, tapi seating bus. Kupikir, tidak masalah karena sebelumnya aku juga pernah perjalanan Surabaya-Jogja pakai bus yang kira-kira 8 sampe 9 jam perjalanan. Sementara Ho Chi Minh-Mui Ne ditempuh selama 5 jam perjalanan dengan bus.
Awalnya memang biasa saja. Mungkin karena berangkatnya tidak masalah, masih semangat. Kemudian entah mengapa, menyesal tiket pulangnya seating juga. Kondisi sudah kecapaian, ditambah sempat kehujanan juga :(
Baiklah, kembali ke cerita. Sembari menunggu waktu check in, aku mencoba mencari restoran halal untuk sarapan. Mumpung lagi ada di pusat kota, restoran halal lumayan bertebaran. Lalu aku mencoba ke The Daun Resto, basic muslim traveler to Ho chi Minh banget :D
Di The Daun ini aku mencoba Pho untuk pertama kalinya. Harga di sini lumayan pricey. Maklum, resto pusat kota dan adanya label halal menjadi alasan. Namun, masih cukup terjangkau menurutku. Harga semangkuk Pho dipatok VND 90.000. Kalo di deket akomodasi, ada Pho seharga VND 18.000 aja, cuma gak tahu apakah muslim friendly. Aku juga nyobain es kopi vietnam plus susu seharga VND 40.000, kalo tanpa susu harganya jadi 30.000.
Kelar sarapan, aku jalan aja tak tentu arah sekadar membuang waktu. Sempat nemu kuil juga sih. Saat mencoba masuk, seketika aku merasa sungkan karena mereka lagi ibadah. Jadinya aku keluar aja, takut ganggu. Aku lanjut jalan muter-muter distrik 1.
13.00
Aku menghampiri staf yang tadi juga melayani pembelian tiketku. Check in kelar. Kemudian ketika sudah pukul 14.00, staf travel memberi pengumuman bagi penumpang ke Mui Ne harap masuk bus. Aku pun bergegas, perjalanan dimulai. Bus meninggalkan distrik 1. Dari lanskap bangunan-bangunan, setengah jam kemudian lanskap sudah berubah menjadi hamparan sungai, pepohonan, ataupun tanah lapang. Bus tidak terlalu ramai, supirnya saja membebaskan kami duduk di manapun.
Selang beberapa jam, bus berhenti di rest area. Aku langsung turun, tujuan utamaku adalah toilet. Sejak mendarat di Ho Chi Minh, ini kedua kalinya aku tidak menemukan jet shower di toiletnya. Pertama di toilet bandara, yang kedua di rest area Ho Chi Minh - Mui Ne. Sisanya, semua toilet yang kujumpai di Ho Chi Minh punya jet shower. Setidaknya, ini aman bagi traveler Indonesia yang mengutamakan air untuk sanitasi.
Setelah 30 menit, bus melanjutkan perjalanan. Di dalam bus, aku bertemu dengan orang Indonesia (finally). Ternyata dugaanku benar, lelaki berwajah melayu yang kulihat di kantor The SInh adalah orang Indonesia. Baru ngobrol di bus, setelah breaking the ice. Namanya (Mas) Adit, asal Bandung, tapi kerja di Pontianak. Dari situ kami pun janjian untuk ambil sunrise trip bareng. Kami bertukar kontak untuk mengabari perbandingan harga paket tour sunrise trip Mui Ne.
Sesampainya di Mui Ne sudah gelap, sekitar jam 7 malam. Masing-masing penumpang sudah satu per satu turun di hotel tujuannya, termasuk Mas Adit. Aku turun terakhir bersama pasangan lansia dari London (relationship goal, huh?). Aku turun di kantor The Sinh karena penginapanku letaknya setelah kantor The Sinh. Begitu turun dari bus, aku langsung ditawari tour sama bapak-bapak. Sunrise trip seharga USD 5 (group). Aku bilang, masih mau diskusi sama teman. Lalu aku masuk ke kantor The SInh Mui Ne. Harga group tour untuk sunrise trip kalo tidak salah ingat 139.000 VND. Lalu Mas Adit nge-chat, di penginapannya sunrise trip seharga 120.000. Akhirnya kami ambil trip dari penginapan Mas Adit (Backpacker Village), gabung sama traveler lain karena group tour.
Aku lanjut jalan ke penginapanku, Eva Hut Mui Ne. Katanya sih deket. Lumayan sih, sekiloan haha. Sampe di Eva Hut, aku langsung check in dan beberes. Eva Hut ini unik, baca reviewnya di sini. Setelah beberes barang dan mandi, aku langsung istirahat. Inginnya sih makan malam, apa daya terlanjur mager dan capek. Lagipula besok harus bagun sebelum subuh untuk sunrise trip. Akhirnya tidur aja dengan iringan musik bar dan suara ombak :D
04.20
Aku sudah siap untuk sunrise tour. Beberapa menit kemudian, Mas Adit menelepon, memintaku untuk menunggu di depan gang. Aku langsung berangkat. Tepat saat sampai di depan gang, jeepnya tiba. I started my tour! Di dalam jeep berisi 6 orang seingatku. Minimal group tour 3 orang. Jadi aku satu jeep sama Orang Korea, Kanada, dan Thailand (yang aku kira orang Indonesia, karena mirip bapak-bapak Banyuwangi).
Selang beberapa lama aku naik jeep, hujan melanda. Awalnya cuma gerimis, lama-lama makin deras. Aku merapatkan jaket dan bergeser agak menjauhi jendela terbuka. Sesampainya di White Sand Dunes, hujan masih sangat deras. Saat itu juga banyak wisatawan lain dari berbagai negara, hanya menunggu karena masih hujan. Entah bagaimana, akhirnya kami melihat penjual jas hujan dan membelinya. Lumayan untuk melindungi diri dari hujan. Jas hujannya tipis kayak plastik, sama seperti yang saya beli waktu di air terjun Madakaripura. Dan murah, cuma 10.000 VND.
Hujan masih mengguyur, entah bagaimana mekanismenya, sunrise masih terlihat jelas. Mungkin karena sebelah timur tidak tertutup awan, sehingga sunrise bisa tetap terlihat. Saat itu, orang berlomba-lomba mendokumentasikan indahnya pesona matahari terbit itu. Saya? cukup menikmati saja. Hanya kamera HP yang saya punya, tidak begitu memadai. Lagipula, saya juga harus effort jinjit demi lihat matahari :D
Kalo dari titik kumpul, harus mendaki lagi untuk menuju gurun pasirnya. Sebenarnya bisa mendaki sendiri, tapi karena saat itu kondisinya hujan jadi saya naik ATV. Mahal, 200.000 per orang. Yah, daripada kehujanan sih.
Akhirnya White Sand Dunes!
Luar biasa emang ciptaan Tuhan. Hamparan gurun pasir, pesona matahari terbit, pepohonan dan gunung yang terlihat biru dari kejauhan, menjadi satu paket pemandangan dalam White Sand Dunes ini. Seperti pagi yang magis. Hujan, tapi matahari sempat terlihat. Hamparan pasir lembut, tapi tidak licin.
Demi eksistensi visual, maka kami memutuskan foto-foto dengan melepas jas hujan. Kurang asik dong foto dengan outfit jas hujan haha. Sedikit melawan pada gerimis.
Lumayan lama waktu kami di White Sand Dunes. Setelah puas dan memang hujan tiba-tiba menyerang lagi dengan deras, kami pun bergegas sembari kembali memakai jas hujan. Sedihnya, ATV tadi tidak membawa kami kembali ke titik kumpul. Cuma dibawa pas naiknya aja :( yasudahlah. Kembali ke titik kumpul bertemu supir dan rombongan. Next destination Red Sand Dunes. Meski hujan, tetap jalan.
Sepertinya post ini sudah terlalu panjang. Jadi, aku bagi ke post lain aja untuk part selanjutnya. See you next post.
Baca juga: Menemukan Kehangatan dari Ibu Penjual Tawwa di Red Sand Dunes
Sungkem
Keep Passionately Happy :)
NB:1 Dong sekitar 0,6 Rupiah
Foto 1-4: dokumentasi pribadi.
Foto 5,7-8: Kiriman Mas Adit
Foto 6: sumber link tertera di caption
![]() |
tiket PP Ho Chi Minh - Mui Ne |
Awalnya memang biasa saja. Mungkin karena berangkatnya tidak masalah, masih semangat. Kemudian entah mengapa, menyesal tiket pulangnya seating juga. Kondisi sudah kecapaian, ditambah sempat kehujanan juga :(
Baiklah, kembali ke cerita. Sembari menunggu waktu check in, aku mencoba mencari restoran halal untuk sarapan. Mumpung lagi ada di pusat kota, restoran halal lumayan bertebaran. Lalu aku mencoba ke The Daun Resto, basic muslim traveler to Ho chi Minh banget :D
Di The Daun ini aku mencoba Pho untuk pertama kalinya. Harga di sini lumayan pricey. Maklum, resto pusat kota dan adanya label halal menjadi alasan. Namun, masih cukup terjangkau menurutku. Harga semangkuk Pho dipatok VND 90.000. Kalo di deket akomodasi, ada Pho seharga VND 18.000 aja, cuma gak tahu apakah muslim friendly. Aku juga nyobain es kopi vietnam plus susu seharga VND 40.000, kalo tanpa susu harganya jadi 30.000.
![]() |
Pho dan Es Kopi Vietnam |
Kelar sarapan, aku jalan aja tak tentu arah sekadar membuang waktu. Sempat nemu kuil juga sih. Saat mencoba masuk, seketika aku merasa sungkan karena mereka lagi ibadah. Jadinya aku keluar aja, takut ganggu. Aku lanjut jalan muter-muter distrik 1.
![]() |
khusyuk beribadah di kuil |
13.00
Aku menghampiri staf yang tadi juga melayani pembelian tiketku. Check in kelar. Kemudian ketika sudah pukul 14.00, staf travel memberi pengumuman bagi penumpang ke Mui Ne harap masuk bus. Aku pun bergegas, perjalanan dimulai. Bus meninggalkan distrik 1. Dari lanskap bangunan-bangunan, setengah jam kemudian lanskap sudah berubah menjadi hamparan sungai, pepohonan, ataupun tanah lapang. Bus tidak terlalu ramai, supirnya saja membebaskan kami duduk di manapun.
Selang beberapa jam, bus berhenti di rest area. Aku langsung turun, tujuan utamaku adalah toilet. Sejak mendarat di Ho Chi Minh, ini kedua kalinya aku tidak menemukan jet shower di toiletnya. Pertama di toilet bandara, yang kedua di rest area Ho Chi Minh - Mui Ne. Sisanya, semua toilet yang kujumpai di Ho Chi Minh punya jet shower. Setidaknya, ini aman bagi traveler Indonesia yang mengutamakan air untuk sanitasi.
Setelah 30 menit, bus melanjutkan perjalanan. Di dalam bus, aku bertemu dengan orang Indonesia (finally). Ternyata dugaanku benar, lelaki berwajah melayu yang kulihat di kantor The SInh adalah orang Indonesia. Baru ngobrol di bus, setelah breaking the ice. Namanya (Mas) Adit, asal Bandung, tapi kerja di Pontianak. Dari situ kami pun janjian untuk ambil sunrise trip bareng. Kami bertukar kontak untuk mengabari perbandingan harga paket tour sunrise trip Mui Ne.
Sesampainya di Mui Ne sudah gelap, sekitar jam 7 malam. Masing-masing penumpang sudah satu per satu turun di hotel tujuannya, termasuk Mas Adit. Aku turun terakhir bersama pasangan lansia dari London (relationship goal, huh?). Aku turun di kantor The Sinh karena penginapanku letaknya setelah kantor The Sinh. Begitu turun dari bus, aku langsung ditawari tour sama bapak-bapak. Sunrise trip seharga USD 5 (group). Aku bilang, masih mau diskusi sama teman. Lalu aku masuk ke kantor The SInh Mui Ne. Harga group tour untuk sunrise trip kalo tidak salah ingat 139.000 VND. Lalu Mas Adit nge-chat, di penginapannya sunrise trip seharga 120.000. Akhirnya kami ambil trip dari penginapan Mas Adit (Backpacker Village), gabung sama traveler lain karena group tour.
![]() |
Sand dunes tour option |
Aku lanjut jalan ke penginapanku, Eva Hut Mui Ne. Katanya sih deket. Lumayan sih, sekiloan haha. Sampe di Eva Hut, aku langsung check in dan beberes. Eva Hut ini unik, baca reviewnya di sini. Setelah beberes barang dan mandi, aku langsung istirahat. Inginnya sih makan malam, apa daya terlanjur mager dan capek. Lagipula besok harus bagun sebelum subuh untuk sunrise trip. Akhirnya tidur aja dengan iringan musik bar dan suara ombak :D
![]() |
Eva Hut Mui Ne |
Aku sudah siap untuk sunrise tour. Beberapa menit kemudian, Mas Adit menelepon, memintaku untuk menunggu di depan gang. Aku langsung berangkat. Tepat saat sampai di depan gang, jeepnya tiba. I started my tour! Di dalam jeep berisi 6 orang seingatku. Minimal group tour 3 orang. Jadi aku satu jeep sama Orang Korea, Kanada, dan Thailand (yang aku kira orang Indonesia, karena mirip bapak-bapak Banyuwangi).
Selang beberapa lama aku naik jeep, hujan melanda. Awalnya cuma gerimis, lama-lama makin deras. Aku merapatkan jaket dan bergeser agak menjauhi jendela terbuka. Sesampainya di White Sand Dunes, hujan masih sangat deras. Saat itu juga banyak wisatawan lain dari berbagai negara, hanya menunggu karena masih hujan. Entah bagaimana, akhirnya kami melihat penjual jas hujan dan membelinya. Lumayan untuk melindungi diri dari hujan. Jas hujannya tipis kayak plastik, sama seperti yang saya beli waktu di air terjun Madakaripura. Dan murah, cuma 10.000 VND.
Hujan masih mengguyur, entah bagaimana mekanismenya, sunrise masih terlihat jelas. Mungkin karena sebelah timur tidak tertutup awan, sehingga sunrise bisa tetap terlihat. Saat itu, orang berlomba-lomba mendokumentasikan indahnya pesona matahari terbit itu. Saya? cukup menikmati saja. Hanya kamera HP yang saya punya, tidak begitu memadai. Lagipula, saya juga harus effort jinjit demi lihat matahari :D
Kalo dari titik kumpul, harus mendaki lagi untuk menuju gurun pasirnya. Sebenarnya bisa mendaki sendiri, tapi karena saat itu kondisinya hujan jadi saya naik ATV. Mahal, 200.000 per orang. Yah, daripada kehujanan sih.
Akhirnya White Sand Dunes!
Luar biasa emang ciptaan Tuhan. Hamparan gurun pasir, pesona matahari terbit, pepohonan dan gunung yang terlihat biru dari kejauhan, menjadi satu paket pemandangan dalam White Sand Dunes ini. Seperti pagi yang magis. Hujan, tapi matahari sempat terlihat. Hamparan pasir lembut, tapi tidak licin.
![]() |
Sensasi padang pasir Asia Tenggara, dengan jas hujan :D |
Demi eksistensi visual, maka kami memutuskan foto-foto dengan melepas jas hujan. Kurang asik dong foto dengan outfit jas hujan haha. Sedikit melawan pada gerimis.
![]() |
My happy face :D |
Sepertinya post ini sudah terlalu panjang. Jadi, aku bagi ke post lain aja untuk part selanjutnya. See you next post.
Baca juga: Menemukan Kehangatan dari Ibu Penjual Tawwa di Red Sand Dunes
Sungkem
Keep Passionately Happy :)
NB:1 Dong sekitar 0,6 Rupiah
Foto 1-4: dokumentasi pribadi.
Foto 5,7-8: Kiriman Mas Adit
Foto 6: sumber link tertera di caption