Ini kedua kalinya saya melihat keramaian yang dipenuhi turis asing berbagai negara. Sebelumnya, ketika pulang dari trip Mui Ne, saya juga sempat melihat keramaian para turis. Aktivitas malam yang benar-benar hidup. Sayangnya, waktu itu saya gak enak badan setelah kehujanan saat trip. Nah di malam itulah saya bisa merasakan euforia kerumunan turis.
![]() |
Kira-kira seperti ini tapi lebih ramai |
Saya pun menyempatkan diri membeli beberapa souvenir di toko oleh-oleh. Setelah itu, saya jalan lagi, jalan lagi. Suasana deretan cafe, pub, bar, maupun restoran malam itu benar-benar ramai. Ternyata malam itu sedang ada pertandingan sepak bola AFF Laos melawan Vietnam (kalo tidak salah). Salah satu cafe yang saya lewati sedang mengadakan nonton bareng dengan layar monitor yang cukup lebar. Untung bukan Indonesia lawan Vietnam, nanti saya selebrasi sendirian kalo Indonesia ngegolin haha.
Rata-rata di deretan cafe tersebut, kursi-kursinya tersedia sampai di bagian outdoor (baca: trotoar). Kursi dan meja berukuran kecil khas Ho Chi Minh, bir-bir berbagai merk yang dinikmati para pelancong, dan suara riuh ketika pemain andalannya nyaris mencetak gol. Lucu, batinku.
![]() |
Kursinya sampe keluar-luar |
Jika turis itu adalah pecinta minum (alkohol), maka dia akan mencari minuman khas dari daerah yang dikunjunginya. Yang paling banyak diserbu (dan terjangkau sepertinya) di Ho Chi Minh adalah Special Saigon dan Saigon Bia. Bir dalam bahasa Vietnam adalah Bia. Itulah mengapa salah satu bir terkenalnya adalah Saigon Bia. Mungkin sekelas Bintang, Anker atau Bali Hai kalo di Indonesia. O
Saya lanjut berjalan, dan berhenti lagi di suatu mini market. Saya hendak membeli oleh-oleh untuk kedua oarang tua. Kopi untuk bapak dan teh untuk ibu. Kelar dari situ saya jalan lagi. Saya ingat saya belum makan lagi sejak sore. Saya memutuskan untuk masuk ke Family Mart, convinience store yang juga menyedikan tempat makan. Saya pun mencoba makan mie instan biar kayak drama korea, makan mie di convinience store.
![]() |
Penampakan Family Mart Pasteur Siang Hari |
Tepat ketika saya menyuapkan mie ke mulut, pintu Family Mart dibuka oleh seorang perempuan. Tempat makannya memang berhadapan langsung dengan pintu masuk, tentu dengan jarak yang agak jauh. Saya kira dia orang kaukasia karena rambutnya pirang, ternyata orang lokal. Terlihat penampilannya amat seksi, lekuk tubuhnya terlihat. Saya mewajarkan toh ini kota besar, luar negeri dan malam minggu. Dia menyelesaikan transaksinya di kasir dan keluar.
Saya jadi punya akses untuk melihat siapa saja yang datang ke Family Mart malam itu. Lalu datang seorang laki-laki berwajah India (entah berkebangsaan apa). Dia memakai setelan jas. Beberapa detik kemudian, seorang perempuan menyusul laki-laki itu. Perempuan lokal yang berpenampilan seksi, seperti menggodanya. Mereka terlihat akrab, entah sudah berinteraksi sebelumnya, atau itu cara si perempuan bernteraksi. Yang pada akhirnya si perempuan (sepertinya) meminta si laki-laki India itu membayarkan apa yang dibelinya. Si laki-laki India hanya tersenyum dan mengiyakan. Si perempuan lokal senang dan pergi duluan, see you there. Mungkin mereka akan bertemu lagi di bar sebelah, entah.
Saya tak ambil pusing, mungkin karena ini malam Minggu dan daerah turis. Wajar, mungkin. Kelar makan, saya keluar dari Family Mart. Baterai hape saya sudah sekarat. Sisa 5% yang saya usahakan untuk pesan Grab. Harap-harap cemas, ternyata hape saya sudah mati duluan. Sudah masuk orderannya, tapi entah bagaimana nanti drivernya apakah bisa menemukan saya. Jika pun nanti drivernya membatalkan order saya, saya mungkin akan masuk kembali ke Family Mart dan numpang charge. Atau meminjam ke mbak-mbak di sekitar.
Mbak-mbak yang memakai baju seksi tapi saya lihat punya attitude menghargai ibu-ibu tua penjual makanan street food. Malam itu di depan trotoar Family Mart, saya lihat ada ibu-ibu tua yang berjualan makanan entah apa, semacam berdagang asongan. Ada sekitar dua hingga tiga mbak-mbak Vietnam yang membelinya. Mungkin memang saya tidak perlu menghakimi bungkusnya, jika mereka begitu baik memperlakukan ibu tua itu. Dan seketka itu saya baru menyadari, sepanjang jalan di sana adalah deretan bar dan pub. Dan mungkin saja, mbak-mbak yang saya ihat adalah....
Pikiran saya tentang mbak-mbak itu terpecah ketika driver Grab datang. Saya tidak tahu pasti apakah itu driver yang saya order mengingat hape saya sudah mati dan belum sempat tahu plat nomor motornya. Si Grab bertanya pada remaja laki-laki yang sepertinya juga menunggu orderan. Dia menggelengkan kepala, dan menoleh pada saya. Tanpa bahasa verbal, seolah memastikan bahwa "apakah ini Grab orderanmu?"
Si driver memastikan dengan bertanya nama saya, "Tsurayya?"
"Yes", jawabku.
Hanya itu percakapan kita. Saya pun bergegas naik ke motornya. Syukurlah, masih bisa pulang ke hostel. Enta bagaimana jika orderan ini tidak sampai atau cancel. Malam terkahir di Vietnam, serta cerita tentang langkah yang tersesat hingga deretan bar dan pub di jalan itu.
Begitu sampai di hostel, saya mencoba browsing dengan kata kunci: prostitusi di Ho Chi Minh.
Dan ternyata..... hahahaha
Entahlah, tidak ada yang tahu pasti.
Sumber gambar:
Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3
Gambar 4
Gambar 5